Jakarta lagi banjir, banjir lagi jakarta

Ada yang menarik hari ini..Buanjiir Jakarta memang kota metropolitan. Kota besar dengan berbagai masalah dan juga berbagai kesempatan yang ditawarkan. Seharusnya untuk membayangkan sebuah kota yang teratur bersih dan aman adaah sesuati yang biasa namun tidak bagi jakarta. Untuk mmbayangkan jakarta dengan kondisi yang ideal tersebut rasanya harus dengan imajinasi ataupun pikiran terliar kita agar bisa terbayang bagaimana penampakan jakarta tanpa masalah tersebut. Bagi penghuni jakarta....sabar ya kawan..sepertinya butuh banyak doa dan energi positif dari semua orang agar impian kita semua bisa terwujud.
baca lagi..- Category(s)

Knowledge Management : Intervensi Internalisasi Budaya


Strategi perusahaan biasanya mengarah pada berbagai usaha  untuk membuat bisnis yang dijalankan dapat bertahan dan dapat menjadi pemiempin diantara para kompetitornya. Michael Porter (1990) berpendapat bahwa perusahaan yang dapat bertahan harus memiliki “Competitive Advantages” dimana nilai keunggulan ini ditekankan pada kemampuan organisasi untuk mengembangkan suatu atribut yang memungkinkannya mengungguli para kompetitornya. Atribut ini dapat termasuk akses ke sumber daya alam atau dapat juga adanya akses sumberdaya manusia yang terlatih dan terampil. Wacana ini telah meningkatkan kesadaran perusahaan akan peran pengetahuan dalam menciptakan keunggulan kompetitif perusahaan , seperti adanya berbagai bentuk inovasi dari strategi hingga inovasi produk yang dihasilkan (Cummings & Worley,2005). Peran penting pengetahuan tersebut pada akhirnya menempatkan pengetahuan sebagai salah satu aset yang harus dikelola dengan baik agar memberi kontribusi yang maksimal bagi perusahaan. Pengelolaan pengetahuan dalam perusahaan tidak lepas dari dua proses perubahan yang saling berkaitan, yaitu:
1.  Organisasi Pembelajar, fokus pada peningkatan kapabilitas perusahaan untuk memperoleh dan mengembangkan pengetahuan baru.
2.  Manajemen Pengetahuan, yang memfokuskan pada bagaimana pengetahuan dapat diorganisasikan dan digunakan untuk meningkatkan kinerja.
(Cummings & Worley,2005).

Salah satu ciri Organisasi Pembelajar adalah adanya budaya organisasi yang mampu mendorong keterbukaan, kreativitas, dan eksperimentasi diantara anggota-anggotanya (Cummings & Worley,2005) serta memastikan terjaganya aliran pengetahuan penting/ kritis dan informasi dalam organisasi terutama aliran secara horisontal -antar karyawan (Dalkir, 2005). Budaya organisasi  dalam implementasi KM sendiri hampir selalu membutuhkan perubahan budaya -bila tidak dapat dilakukan perubahan maka setidaknya dapat menyentuh budaya yang telah ada agar dapat mendukung Knowledge Sharing dan kerjasama. Masalah muncul ketika banyak orang yang menentang perubahan dan biasanya karena anggapan bahwa perubahan ini tidak memberikan peningkatan pada kehidupan kerjanya padahal perusahaan penting untuk melakukan perubahan budaya agar aliran pengetahuan secara horisontal dapat berjalan dengan baik (Dalkir, 2005).
Berdasarkan faktor pentingnya perubahan budaya dan ketersediaan dukungan tiap anggota perusahaan,maka perlu dibuat intervensi yang mampu mendorong terbentuknya budaya organisasi mampu mendorong munculnya keunggulan kompetitif perusahaan. Berikut ini adalah intervensi yang dapat dilakukan oleh perusahaan. Intervensi ini dibagi menjadi tiga level intervensi, yaitu : Level organisasi, kelompok dan individu.

1.    Level Organisasi
Peran perusahaan dalam pelaksanaan berbagai kegiatan atau program adalah memfasilitasi agar program tersebut dapat dijalankan dengan sukses. Pada level organisasi intervensi dilakukan dalam bentuk pembuatan kebijakan berupa pemberian undian berbasis insentif dan performance feedback untuk menjaga agar pelaksanaan kegiatan dapat dimonitor oleh perusahaan dan didukung oleh setiap karyawan. Gabungan kedua intervensi ini terbukti berhasil meningkatkan kinerja karyawan dalam organisasi pelayanan (Cook & Dixon, 2005). Berdasarkan hasil penelitian tersebut maka dibuatlah kebijakan dengan melakukan penyesuaian sesuai dengan tujuan yang diharapkan oleh masing-masing perusahaan. Penerapan kebijakan ini diberlakukan kepada setiap karyawan dimana setiap karyawan diharuskan untuk mendukung, membiasakan berbagi pengetahuan untuk. mensukseskan program Knowledge Management.
Undian diberikan kepada setiap karyawan yang mengikuti Knowledge Sharing atau kegiatan berbagi pengetahuan lain baik sebagai peserta maupun pemateri. Undian yang diberikan dibedakan baik dari segi besarnya insentif maupun frekuensi,pemberian, tergantung peran masing-masing (sebagai pemateri atau peserta). Alih-alih mengamankan dana tambahan untuk bonus setiap karyawan yang mencapai kriteria kinerja, dengan adanya sistem undian ini perusahaan akan hanya perlu mengalokasikan anggaran untuk ‘hadiah” atau dapat juga disebut sebagai penguat terkondisikan (Conditioned Reinforcer) untuk perbaikan kinerja perorangan. Hadiah dapat di modifikasi sesuai dengan keputusan pemegang kebijakan, misalnya dengan memberikan voucher refreshing atau kesempatan mengikuti training bergengsi (Neenan, 2005).
Performance feedback diberlakukan dalam perusahaan kepada setiap karyawan. Pemberi feedback adalah supervisor atau atasan dan penerima feedback adalah bawahan. Feedback yang diberikan didasarkan pada laporan hasil kinerja dan laporan frekuensi keikutsertaan dalam kegiatan knowledge sharing. Hal ini dibuktikan dengan KPI dan daftar presensi kegiatan knowledge sharing. Performance feedback selain menyediakan penghematan biaya juga tidak membutuhkan  usaha yang berat pada pelaksanaannya (Reid, Rotholz, Parsons,Morris, Braswell, Green, & Schell dalam  Neenan, 2005). Untuk meningkatkan efektifitas feedback maka dapat dilakukan pelatihan ketrampilan memberi feedback kepada tiap supervisor.

2.    Level Kelompok
Intervensi pada level ini menggunakan pendekatan kombinasi antara pendekatan Albert Bandura (Teori Belajar Sosial/Imitasi) dengan pendekatan Transpersonal. Pada level kelompok ini intervensi yang dapat dilakukan adalah berupa sosialisasi, training maupun coaching kelompok/ unit kerja yang dilakukan secara berkala atau terjadwal.
Intervensi dimulai dengan penyusunan konsep dengan tujuan utamanya meningkatkan keterlibatan senior/ ahli dalam Knowledge Sharing yang diselenggarakan dan menanamkan budaya berbagi pengetahuan. Keterlibatan senior/ ahli ini penting karena dalam Teori Belajar Sosial Bandura mereka dapat diasosiasikan sebagai model yang harus ditiru oleh karyawan lainnya. Belajar dalam teori Bandura (dalam Feist & Feist, 2006), melibatkan empat proses penting, yaitu attention (memperhatikan), retention (mengingat), reproduction (mereproduksi), dan motivation (dorongan). Tugas organisasi adalah memberikan motivasi dengan membuat kebijakan yan mendukung intervensi pada level yang lebih kecil.
Berikut adalah proses intervensi  pada level kelompok (PDCA Cycle) :
1.    Membuat rancangan kegiatan dan menentukan budaya yang ingin ditanamkan.
2.    Memilih senior/ahli yang dapat dijadikan “Role Model” dan melaksanakan sosialisasi, training atau coaching yang melibatkan “Role Model”
a.    Tugas Role Model dalam sosialisasi dan training adalah sebagai pemateri tunggal atau sebagai Story Teller tentang pengalaman-pengalaman (Wende & Haghirian,2009) sebelum masuk dalam materi inti yang disampaikan oleh konsultan.
b.    Tugas lainnya adalah sebagai pelatih (Coach) dalam unit kerja yang memberikan feedback dan melakukan pendampingan.
3.    Melakukan evaluasi kaitannya dengan perubahan perilaku karyawan.
4.    Menindak lanjuti evaluasi untuk perbaikan intervensi.

Sebagai tambahan kombinasi dalam pelaksanaan sosialisasi dan training maka pendekatan transpersonal dapat digunakan. Salah satu metodenya adalah Transcendental Meditation (TM), Penelitian membuktikan bahwa TM secara signifikan mampu menurunkan stress, membalikkan efek stress, meningkatkan derajat kesehatan individu maupun sosial, kreatifitas, kecerdasan, dan perilaku sosial (Kenny, 2008). Chalmer, Clements, Schenkluhn, dan Weinles (dalam Kenny,2008) menambahkan bahwa praktek TM secara kelompok menunjukkan lebih banyak manfaat daripada praktek secara individual. Hal ini menunjukkan tingkat efektifitas TM dalam mengubah perilaku terutama jika TM dilakukan dalam kelompok atau dalam unit kerja. Sosialisasi maupun training yang dilakukan dengan pendekatan ini dapat disesuaikan dengan tujuan organisasi, Berdasarkan hasil penelitian tersebut maka TM dapat dikombinasikan dalam sosialisasi maupun training. Tujuannya adalah untuk memfasilitasi kegiatan-kegiatan tersebut agar materi yang diberikan dapat lebih mudah diserap oleh peserta.TM dapat digunakan sebagai media yang menunjang tercapainya tujuan utama yaitu penanaman budaya berbagi pengetahuan.

3.    Level Individu
Pada level individu peneliti menekankan pada penggunaan pendekatan Cognitive Behavior karena salah satu metodenya yaitu CBT (Cognitive Behavior Therapy atau Beck’s Cognitive Theraphy) menjadi salah satu pendekatan paling penting dan paling baik validasinya dalam pendekatan psikoterapiutik (Neenan, 2008). CBT saat ini telah dkembangkan oleh Neenan (2008) menjadi CBC (Cognitive Behavior Coaching), penelitiannya membuktikan bahwa CBC sangat ampuh digunakan untuk membantu klien mencapai potensinya dengan memfokuskan pada aspek psikologis dan aspek praktis dalam pencapaian tujuan. Dibandingkan dengan membiarkan klien berpikir bahwa hambatan–hambatan adalah hal yang kekal dan tak bisa dirubah maka klien dapat belajar bahwa hambatan-hambatan untuk berubah hanyalah bentukan pikiran saja dan dengan demikian dapat membuka perspektif baru untuk membantu mereka untuk mengejar kehidupan yang lebih memuaskan.
Berdasarkan penjelasan diatas maka CBC akan mampu memberikan kontribusi maksimal dalam penanaman budaya berbagi dan mengubah perilaku karyawan sesuai dengan budaya yang harapkan perusahaan.
Praktek CBC:
Struktur yang biasa ada dalam sesi coaching adalah mendiskusikan dan memperjelas persoalan-persoalan yang dialami oleh klien, membuat tujuan (SMART,Specific, Measurable,Attainable,Relevant,Time specific) (+ER, Enterpreneurial -Mendorong untuk berpikir dan bertindak,Recorded –ditulis untuk meminimalisir kesalahpahaman, Kermally, 2002), mendiskusikan pilihan untuk berubah, mengembangkan Action plan, memperkuat tanggungjawab klien dalam mengimplementasikan rencana dan diakhir sesi menambahkan feedback untuk menentukan hal-hal yang membantu dan yang tidak membantu dari tiap sesi yang ada, tujuannya adalah untuk menyesuaikan coaching sesuai dengan preferensi klien. Sesi selanjutnya, reviu perkembangan dari action plan yang telah dibuat.
Hal yang seringkali terjadi adalah adanya penolakan dari klien, misalnya menolak mengikuti karena menganggap perubahan tidak ada gunanya dan ada juga yang ditengah sesi menjadi patah semangat untuk menjadi agen perubahan. CBC diklaim mampu menangani permasalahan-permasalahan tersebut baik masalah psikologis maupun masalah dalam prakteknya. Cara yang digunakan adalah konseling yang secara psikologis ditujukan untuk menghilangkan “batu penghalang” (misal: prokrastinasi, keragu-raguan yang berlebihan, ketidaktegasan maupun penurunan harga diri). Secara praktis dengan CBC seorang coach dituntut untuk mampu membantu klien dalam mengembangkan  tujuan-tujuannya dan langkah-langkah pencapaiannya, karena kadang klien tahu dengan tujuannya namun sulit secara objektif menentukan langkah yang harus ditempuhnya. Perlakuan secara psikologis dan praktis menurut Walen et al. (1992,dalam Neenan, 2008) sama-sama penting, sehingga perusahaan perlu untuk menempatkan personilnya yang memiliki keahlian di kedua hal tersebut untuk meningkatkan efektifitas CBC ini.
baca lagi..- Category(s) , , ,

The Small Medium Enterprise’s Scorecard

Linking Enterpreneur, Strategy, and Company Performance
By.sangimamsantosa
Usaha Kecil dan Menengah atau UKM merupakan motor penggerak perekonomian bagi sebagian besar warga masyarakat indonesia. Pada tahun 2009 tercatat jumlah tenaga kerja yang terserap oleh UKM mencapai 91,8 juta orang atau 97,3% dari seluruh tenaga kerja di Indonesia naik 12,77 dari 79,03 juta orang pada tahun 2003. Selain itu UKM adalah salah satu penyumbang terbesar PDP (Produk Domestik Bruto) indonesia yaitu 56,7 persen pada tahun 2003. Berdasarkan data diatas penting kiranya untuk mengkaji lebih jauh pengembangan UKM agar tetap mampu bertahan dalam persaingan bahkan mampu menjadi pemain dalam kancah yang lebih luas.
Menurut Kementerian Koperasi dan UKM, UKM digolongkan menjadi 3 kelompok berdasarkan total asset, total penjualan tahunan, dan status usaha dengan kriteria sebagai berikut :
1. Usaha Mikro adalah kegiatan ekonomi rakyat berskala kecil dan bersifat tradisional dan informal, dalam arti belum terdaftar, belum tercatat, dan belum berbadan hukum. Hasil penjualan bisnis tersebut paling banyak 100 juta rupiah.
2. Usaha Kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. Usaha yang memiliki kekayaan bersih paling banyak 200 juta rupiah, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha;
b. Usaha yang memiliki penjualan tahunan paling banyak 1 miliar rupiah;
c. Usaha yang berdiri sendiri, bukan perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau terafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha menengah atau skala besar;
d. Berbentuk usaha yang dimiliki orang perorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum atau badan usaha yang berbadan hukum, termasuk koperasi.
3. Usaha Menengah adalah kegiatan ekonomi rakyat yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. Usaha yang memiliki kekayaan bersih lebih besar dari 200 juta rupiah sampai dengan paling banyak 10 miliar rupiah, tidak termasuk tanah dan bangunan usaha;
b. Usaha yang berdiri sendiri, bukan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau terafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha menengah atau skala besar;
c. Berbentuk usaha yang dimiliki orang perorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum atau badan usaha yang berbadan hukum, termasuk koperasi.

Diantara ketiga kelompok diatas penulis mencoba untuk membatasi wacana ini hanya untuk kelompok usaha kecil dan usaha menengah. Asumsinya, usaha mikro biasanya tidak melibatkan banyak orang dalam proses bisnisnya.
Hal yang mengelitik saya untuk menulis paper ini adalah adanya pembahasan tentang Balance Scorecard yang diklaim mampu membantu perusahaan atau organisasi dalam mengeksekusi visi dan strategi perusahaan. BSC sendiri merupakan alat manajemen kinerja (Performance Management Tool) yang dapat membantu organisasi untuk menerjemahkan visi dan strategi ke dalam aksi dengan memanfaatkan indikator finansial dan non-finansial yang semuanya terjalin dalam suatu hubungan sebab akibat. Para peneliti menyatakan bahwa BSC dapat digunakan pada organisasi yang hanya beranggotakan 5 orang atau bahkan digunakan pada perusahaan yang memiliki 5000 pekerja (Gumbus dan Johnson 2003; Green et al. 2002). Survey yang dilakukan di Amerika dan Eropa menyebutkan bahwa sekitar 50% dari 1000 perusahaan Fortune talah menggunakan BSC dan di Eropa sendiri sekitar 40% perusahaan menggunakan BSC  versi Kaplan and Norton 1a (Gumbus and Lussier 2006). Banyak perusahaan besar telah menggunakannya sebagai salah satu alat yang ampuh guna melihat kinerja organisasinya. Kajian mengenai penerapannya di dalam perusahaan pun juga telah banyak dilakukan. Salah satu diantaranya adalah pengembangan model pengukuran kinerja supply chain berbasis balanced scorecard  pada PT. Semen Padang. Hasil yang didapatkan dalam penelitian ini adalah sebuah model Balanced Scorecard yang digunakan untuk pengukuran kinerja supply chain. Hasil lain dari pengembangan model ini adalah dapat menetapkan strategi yang digunakan, lalu mengembangkan framework, dan juga didapatkan dua puluh empat key performance indikator yang penting bagi peningkatan kinerja perusahan ini.
Wacana yang ingin diangkat oleh penulis adalah aplikasi BSC pada UKM dimana masih cukup sedikit pembahasan dan penelitian yang mengkaji penerapan BSC pada sektor Small-Medium Enterprise atau UKM. Pada paragraf awal telah  disajikan data yang menunjukkan pentingnya UKM bagi penyerapan tenaga kerja dan pengaruhnya terhadap perekonomian nasional.  Hal ini mendorong penulis untuk mencoba mengaitkan BSC dengan kinerja organisasi selevel UKM. BSC akan memotivasi para manajer dan pekerja serta akan mampu memastikan performansinya sebagai tantangan kunci bagi perusahaan apapun (denton dan White 2000). Organisasi maupun individu akan mampu mengawasi perkembangan dan menggunakan kartu BSC sebagai peta untuk mencapai kesuksesan bisnisnya. BSC pada perusahaan apapun akan selalu dimulai dengan inisiasi strategi, perusahaan menerjemahkan strategi pada level departemen dan individu dalam bentuk tujuan-tujuan yang sejalan dengan strategi perusahaan. Jika seluruh tujuan telah diselaraskan dengan strategi perusahaan maka setiap kegiatan yang dilakukan oleh individu akan selalu senantiasa tertuju pada pencapaian tujuan perusahaan, hal ini juga berlaku bagi perusahaan atau unit bisnis dengan skala yang lebih kecil. Laporan yang disajikan dalam pengukuran dengan BSC memungkinkan perusahaan melakukan pengawasan dan memudahkan pembenahan ditiap bagian jika terjadi permasalahan.
Orientasi yang biasa dipakai oleh para pengusaha kecil dan menengah adalah segi finansial, sedangkan melakukan pengukuran dari sisi finansial saja terbukti tidak cukup bagi perkembangan bisnis pada jangka panjang. Norton dan Kaplan (2001c) menyebutkan bahwa mengukur pelanggan, tingkat efisiensi operasional dan belajar  dan pembelajaran dan pertumbuhan berkontribusi pada bottom line. Berikut ini adalah manfaat yang akan didapatkan oleh pelaku bisnis usaha kecil dan menengah dari penerapan BSC:
1. Mendorong pertumbuhan bisnis.
Berkaitan degan adanya fokus pada hasil strataegi jangka panjang dan tidak hanya hasil strategi jangka pendek yang operasional.
2. Melacak kinerja.
Dengan BSC akan lebih mempermudah pelacakan hasil kinerja baik individual maupun kelompok sehingga dapat dievaluasi dan dikembangkan karena kartu BSC akan dibuat dalam 3 level yaitu individual, kelompok/ departemen dan organisasi.
3. Memberikan fokus.
Pengukuran yang dilakukan diselaraskan dengan strategi yang penting dan BSC ini menyediakan fokus pada apa yang penting bagi perusahaan.
4. Menyelaraskan dengan tujuan perusahaan.
Setiap pengukuran diarahkan pada apa yang menang benar-benar penting, pengukuran ini menjadi terhubung satu sama lain dan saling mendukung. Hal ini membuat setiap bagian menjadi selaras satu sama lain.
5. Memperjelas tujuan.
Dengan BSC setiap orang akan mengerti kontribusi yang dapat diberikan pada organisasi, karena BSC akan memerinci strategi perusahaan hingga pada pekerja level terbawah. Dalam BSC, di UKM maka setiap pekerjaan rutin dan teknis merupakan kegiatan yang berkontribusi pada strategi.
6. Setiap kegiatan dapat dipertanggung jawabkan.
Setiap individu akan memiliki metrik tersendiri, tujuannya adalah agar ada laporan yang jelas mengenai apa yang telah dilakukan sehingga dapat dievaluasi dan dimonitor.
Beberapa manfaat diatas akan didapatkan oleh perusahaan berskala kecil dan menengah saat penggunaan BSC telah dijalankan.
Industri kecil dan menengah memiliki keunikan tersendiri dimana pengambilan keputusan biasanya berada di tangan owner sendiri/ pengusaha sehingga peran owner  sangat besar. Peranan seorang owner sebagai pelaku bisnis dituntut harus mampu mengembangkan beberapa hal berikut:
1. Tujuan yang merupakan hasil akhir yang ingin dicapai dalam jangka waktu tertentu.
2. Pengukuran sesuai dengan capaian yang ditetapkan.
3. Target, target dibuat dengan memperhatikan aspek keterukuran dan sesuai dengan tujuan.
4. dan Inisiatif, berisikan strategi dan  rencana untuk mencapai tujuan dan target yang spesifik.
Kunci dari keberhasilan penerapan di UKM ini adalah keberlanjutan program, setelah mendapatkan data dari perolehan sebelumnya maka selanjutnya melakukan evaluasi dan membuat fokus sesuai strategi yang dikembangkan (Kaplan dan Norton 2001b).
Hampir sama antara penggunaan BSC di perusahaan berskala besar dengan perusahaan berskala kecil dan menengah. Perlu dipahami bahwa meskipun sama-sama mengaplikasikan BSC pada perusahaan dengan kategori yang sama namun tidak ada cetakan BSC yang sama persis dan berlaku bagi semua perusahaan. Setiap perusahaan memiliki karakteristik yang berbeda-beda sehingga BSC yang paling baik adalah yang mampu memunculkan potensi unik dari tiap perusahaan (penunjang kesuksesan perusahaan) dan tetap melakukan pengukuran dengan empat perspektif sebagai dasar pengembangan selanjutnya. Setiap hal yang telah diukur dan dievaluasi dapat dijadikan dasar pengembangan strategi perusahaan, baik strategi keluar (sisi penjualan dan customer) maupun strategi kedalam (kaitannya dengan berbagai efisensi pada proses produksi, pengembangan karyawan dan organisasi).
Shareholder pastilah menginginkan adanya performansi yang maksimal dari perusahaannya namun sekali lagi yang perlu dipahami adalah bahwa penggunaan BSC ini adalah sebuah proses berkelanjutan dan bukanlah sekali pengukuran pada satu waktu dan setelah itu selesai. Performasi yang bisa dianggap sebuah prestasi menurut penulis adalah sejauh mana pengembangan dan penggunaan BSC ini mampu membuat perusahaan semakin dekat dengan tujuan perusahaan dan sejauh mana perusahaan mampu bertahan dan berkembang hari ini dan masa depan. Karena ini adalah proses berkelanjutan maka penulis juga berpendapat bahwa aplikasi BSC ini akan sangat terbantu jika organisasi atau perusahaan juga mengaplikasikan konsep learning organization. Aplikasi konsep ini nantinya akan memperkuat keinginan perusahaan dan karyawan untuk tergerak melakukan pembelajaran dan perbaikan diselaraskan dengan tujuan dan strategi perusahaan.
By.Sangimamsantosa
baca lagi..- Category(s) ,

HR: Apakah Penting?

Nha ada sebuah cerita nih dimana penulis berproses. Kali ini setting tempatnya adalah sebuah organisasi yang telah menorehkan banyak sejarah dari sejak awal berdirinya. Banyak orang ingin masuk kedalam sebuah organisasi karena adanya keinginan untuk mendapatkan pengalaman  baru, yang lain karena ingin mendapat teman baru dan beberapa diantaranya masuk karena ikutan dengan teman tanpa ada tujuan yang jelas (daripada tar ga punya temen yang bisa antar jemput…hahaha.LOL).Begitulah adanya kenyataan yang ada,banyak memang variasinya selain yang dah kusebutin, tapi rata-rata seperti itu (mungkin..).
Nha masuklah Imam kedalam organisasi, organisasi ini sudah punya nama besar sebelumnya  dari nama besarnya tentu banyak yang mengira bahwa suasananya pasti akan formil dan kaku. Hmmm itu yang terlintas dikepalaku dulu. Tapi ternyata tidak karena suanannya terasa begitu akrab dan dari awal telah disambut layaknya baru mertua baru dapet momongan baru.
Yaa dasar anak baru, meski dengan sambutan seperti itu tetep aja kita kikuk.hahaha (dari tadi ketawa mulu). Hmmm cukup buat bumbunya,>>>> -----&&%^$$%#%^%&*&&*%#%---->>>> tanda sebelumnya ini adalah tanda kalo ada percepatan waktu dari masuk pertama organisasi (biar ga kepanjangan*maklum masih males nulis…haha). Singkat cerita jadilah kami semua menjadi pengurus  atau kalau kita asosiasikan dengan perusahaan maka kita ini di level manajerial yang “harusnya” kapasitasnya juga haruslah sesuai dengan tuntutan pekerjaan (job desc meet job requrement) nha tapi yang terjadi adalah masih banyaknya hal yang perlu kami asah dan kami gali untuk jadi seorang manajer dan hal itu harusnya sudah terencana dari awal kami masuk kedalam organisasi. Hal ini akan memastikan bahwa semua orang yang ada dalam organisasi memang benar-benar orang yang tepat untuk pekerjaan/ jabatan tersebut, disini aku baru nyadar senyadar-nyadarnya kalo fungsi SDM bener-bener penting (ladang bisnis anak psikologi ni bos,haha). Unit inilah yang bertugas menyiapkan sumber daya organisasi bagi kebutuhan orgasisasi yang dinamis (cepat berubah).
Sebenernya memang tidak sesederhana itu sih fungsi HR tapi kalo mau yang lebih sederhana fungsi HR itu menangani proses seleksi karyawan sesuai kebutuhan organisasi hingga proses termination / retirement atau kita lebih mengenalnya dengan kata pensiun. Itu seolah awal dan akhir dari kerja HR namun antara awal dan akhir selalu ada proses didalamnya dan ini juga merupakan ranah-ranah kerja seorang HR. HR yang baik harus bisa menempatkan, mengembangkan membuat dan menyesuaikan sumber daya yang ada dengan kebutuhan organisasi (dalam pengembangan ada promosi juga jadi didalamnya ada jenjang karir). Ribet dan membingungkan yak…(ya Tuhaan aku juga binguuung…*emang penulis geblek). Cukup dulu deh, tar nyambung lagi. Selanjutnya postingan tentang “HR sebagai dokter di ranah Organisasi.” See Ya…Nice..


baca lagi..- Category(s)

Be Positive and So Does God!

Manusia diciptakan dengan kecendrungan menjadi baik. Ungkapan ini yang mengispirasi saya sebagai salah satu anggota jenis manusia, hal ini makin menguatkan perspektif saya akan Psikologi Positif yang sedang marak dikalangan psikologi terutama dikalangan praktisi dibidang Industri dan Organisasi. Manusia dipandang memiliki kecenderungan untuk menjadi baik sehingga perlakuan-perlakuan yang dibuatpun juga mendasarka pada berbagai macam potensi positif dari manusia.
Sejak menjadi baik adalah sebuah kecenderungan manusia maka manusia dituntun untuk selalu berbuat dan berpikir positif agar "alam" (kekuatan diluar manusia;Tuhan, Kekuatan-kekuatan lain_pandangan tertentu) juga berbalik mengirimkan energi positif padanya. Sejalan dengan pemikiran tersebut Islam bahkan telah membukukan pemikiran tersebut dalam Al-Quran yang pada intinya bahwa Tuhan itu seperti apa yang disangkakan oleh mahluknya. So, bila kita berpikir bahwa Tuhan itu Maha Besar maka Tuhan adalah Besar secara relatif untukmu, Tuhan adalah Maha Memberi dan Pemiliki Rezeki maka Tuhan adalah Zat yang akan senantiasa memberikan melapangkanrezeki pada umatnya.
Tulisan ini terinspirasi dari keadaan yang khusyuk umat muslim yang tengah menunaikan ibadah puasa dan saling berlomba-lomba menemukan Tuhannya dengan berbagai ibadah yang dilakukan.

selamat menjalankan Puasa dan Happy Idul Fitri, mohon maaf lahir dan batin.

baca lagi..- Category(s) ,