The Small Medium Enterprise’s Scorecard

Linking Enterpreneur, Strategy, and Company Performance
By.sangimamsantosa
Usaha Kecil dan Menengah atau UKM merupakan motor penggerak perekonomian bagi sebagian besar warga masyarakat indonesia. Pada tahun 2009 tercatat jumlah tenaga kerja yang terserap oleh UKM mencapai 91,8 juta orang atau 97,3% dari seluruh tenaga kerja di Indonesia naik 12,77 dari 79,03 juta orang pada tahun 2003. Selain itu UKM adalah salah satu penyumbang terbesar PDP (Produk Domestik Bruto) indonesia yaitu 56,7 persen pada tahun 2003. Berdasarkan data diatas penting kiranya untuk mengkaji lebih jauh pengembangan UKM agar tetap mampu bertahan dalam persaingan bahkan mampu menjadi pemain dalam kancah yang lebih luas.
Menurut Kementerian Koperasi dan UKM, UKM digolongkan menjadi 3 kelompok berdasarkan total asset, total penjualan tahunan, dan status usaha dengan kriteria sebagai berikut :
1. Usaha Mikro adalah kegiatan ekonomi rakyat berskala kecil dan bersifat tradisional dan informal, dalam arti belum terdaftar, belum tercatat, dan belum berbadan hukum. Hasil penjualan bisnis tersebut paling banyak 100 juta rupiah.
2. Usaha Kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. Usaha yang memiliki kekayaan bersih paling banyak 200 juta rupiah, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha;
b. Usaha yang memiliki penjualan tahunan paling banyak 1 miliar rupiah;
c. Usaha yang berdiri sendiri, bukan perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau terafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha menengah atau skala besar;
d. Berbentuk usaha yang dimiliki orang perorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum atau badan usaha yang berbadan hukum, termasuk koperasi.
3. Usaha Menengah adalah kegiatan ekonomi rakyat yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. Usaha yang memiliki kekayaan bersih lebih besar dari 200 juta rupiah sampai dengan paling banyak 10 miliar rupiah, tidak termasuk tanah dan bangunan usaha;
b. Usaha yang berdiri sendiri, bukan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau terafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha menengah atau skala besar;
c. Berbentuk usaha yang dimiliki orang perorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum atau badan usaha yang berbadan hukum, termasuk koperasi.

Diantara ketiga kelompok diatas penulis mencoba untuk membatasi wacana ini hanya untuk kelompok usaha kecil dan usaha menengah. Asumsinya, usaha mikro biasanya tidak melibatkan banyak orang dalam proses bisnisnya.
Hal yang mengelitik saya untuk menulis paper ini adalah adanya pembahasan tentang Balance Scorecard yang diklaim mampu membantu perusahaan atau organisasi dalam mengeksekusi visi dan strategi perusahaan. BSC sendiri merupakan alat manajemen kinerja (Performance Management Tool) yang dapat membantu organisasi untuk menerjemahkan visi dan strategi ke dalam aksi dengan memanfaatkan indikator finansial dan non-finansial yang semuanya terjalin dalam suatu hubungan sebab akibat. Para peneliti menyatakan bahwa BSC dapat digunakan pada organisasi yang hanya beranggotakan 5 orang atau bahkan digunakan pada perusahaan yang memiliki 5000 pekerja (Gumbus dan Johnson 2003; Green et al. 2002). Survey yang dilakukan di Amerika dan Eropa menyebutkan bahwa sekitar 50% dari 1000 perusahaan Fortune talah menggunakan BSC dan di Eropa sendiri sekitar 40% perusahaan menggunakan BSC  versi Kaplan and Norton 1a (Gumbus and Lussier 2006). Banyak perusahaan besar telah menggunakannya sebagai salah satu alat yang ampuh guna melihat kinerja organisasinya. Kajian mengenai penerapannya di dalam perusahaan pun juga telah banyak dilakukan. Salah satu diantaranya adalah pengembangan model pengukuran kinerja supply chain berbasis balanced scorecard  pada PT. Semen Padang. Hasil yang didapatkan dalam penelitian ini adalah sebuah model Balanced Scorecard yang digunakan untuk pengukuran kinerja supply chain. Hasil lain dari pengembangan model ini adalah dapat menetapkan strategi yang digunakan, lalu mengembangkan framework, dan juga didapatkan dua puluh empat key performance indikator yang penting bagi peningkatan kinerja perusahan ini.
Wacana yang ingin diangkat oleh penulis adalah aplikasi BSC pada UKM dimana masih cukup sedikit pembahasan dan penelitian yang mengkaji penerapan BSC pada sektor Small-Medium Enterprise atau UKM. Pada paragraf awal telah  disajikan data yang menunjukkan pentingnya UKM bagi penyerapan tenaga kerja dan pengaruhnya terhadap perekonomian nasional.  Hal ini mendorong penulis untuk mencoba mengaitkan BSC dengan kinerja organisasi selevel UKM. BSC akan memotivasi para manajer dan pekerja serta akan mampu memastikan performansinya sebagai tantangan kunci bagi perusahaan apapun (denton dan White 2000). Organisasi maupun individu akan mampu mengawasi perkembangan dan menggunakan kartu BSC sebagai peta untuk mencapai kesuksesan bisnisnya. BSC pada perusahaan apapun akan selalu dimulai dengan inisiasi strategi, perusahaan menerjemahkan strategi pada level departemen dan individu dalam bentuk tujuan-tujuan yang sejalan dengan strategi perusahaan. Jika seluruh tujuan telah diselaraskan dengan strategi perusahaan maka setiap kegiatan yang dilakukan oleh individu akan selalu senantiasa tertuju pada pencapaian tujuan perusahaan, hal ini juga berlaku bagi perusahaan atau unit bisnis dengan skala yang lebih kecil. Laporan yang disajikan dalam pengukuran dengan BSC memungkinkan perusahaan melakukan pengawasan dan memudahkan pembenahan ditiap bagian jika terjadi permasalahan.
Orientasi yang biasa dipakai oleh para pengusaha kecil dan menengah adalah segi finansial, sedangkan melakukan pengukuran dari sisi finansial saja terbukti tidak cukup bagi perkembangan bisnis pada jangka panjang. Norton dan Kaplan (2001c) menyebutkan bahwa mengukur pelanggan, tingkat efisiensi operasional dan belajar  dan pembelajaran dan pertumbuhan berkontribusi pada bottom line. Berikut ini adalah manfaat yang akan didapatkan oleh pelaku bisnis usaha kecil dan menengah dari penerapan BSC:
1. Mendorong pertumbuhan bisnis.
Berkaitan degan adanya fokus pada hasil strataegi jangka panjang dan tidak hanya hasil strategi jangka pendek yang operasional.
2. Melacak kinerja.
Dengan BSC akan lebih mempermudah pelacakan hasil kinerja baik individual maupun kelompok sehingga dapat dievaluasi dan dikembangkan karena kartu BSC akan dibuat dalam 3 level yaitu individual, kelompok/ departemen dan organisasi.
3. Memberikan fokus.
Pengukuran yang dilakukan diselaraskan dengan strategi yang penting dan BSC ini menyediakan fokus pada apa yang penting bagi perusahaan.
4. Menyelaraskan dengan tujuan perusahaan.
Setiap pengukuran diarahkan pada apa yang menang benar-benar penting, pengukuran ini menjadi terhubung satu sama lain dan saling mendukung. Hal ini membuat setiap bagian menjadi selaras satu sama lain.
5. Memperjelas tujuan.
Dengan BSC setiap orang akan mengerti kontribusi yang dapat diberikan pada organisasi, karena BSC akan memerinci strategi perusahaan hingga pada pekerja level terbawah. Dalam BSC, di UKM maka setiap pekerjaan rutin dan teknis merupakan kegiatan yang berkontribusi pada strategi.
6. Setiap kegiatan dapat dipertanggung jawabkan.
Setiap individu akan memiliki metrik tersendiri, tujuannya adalah agar ada laporan yang jelas mengenai apa yang telah dilakukan sehingga dapat dievaluasi dan dimonitor.
Beberapa manfaat diatas akan didapatkan oleh perusahaan berskala kecil dan menengah saat penggunaan BSC telah dijalankan.
Industri kecil dan menengah memiliki keunikan tersendiri dimana pengambilan keputusan biasanya berada di tangan owner sendiri/ pengusaha sehingga peran owner  sangat besar. Peranan seorang owner sebagai pelaku bisnis dituntut harus mampu mengembangkan beberapa hal berikut:
1. Tujuan yang merupakan hasil akhir yang ingin dicapai dalam jangka waktu tertentu.
2. Pengukuran sesuai dengan capaian yang ditetapkan.
3. Target, target dibuat dengan memperhatikan aspek keterukuran dan sesuai dengan tujuan.
4. dan Inisiatif, berisikan strategi dan  rencana untuk mencapai tujuan dan target yang spesifik.
Kunci dari keberhasilan penerapan di UKM ini adalah keberlanjutan program, setelah mendapatkan data dari perolehan sebelumnya maka selanjutnya melakukan evaluasi dan membuat fokus sesuai strategi yang dikembangkan (Kaplan dan Norton 2001b).
Hampir sama antara penggunaan BSC di perusahaan berskala besar dengan perusahaan berskala kecil dan menengah. Perlu dipahami bahwa meskipun sama-sama mengaplikasikan BSC pada perusahaan dengan kategori yang sama namun tidak ada cetakan BSC yang sama persis dan berlaku bagi semua perusahaan. Setiap perusahaan memiliki karakteristik yang berbeda-beda sehingga BSC yang paling baik adalah yang mampu memunculkan potensi unik dari tiap perusahaan (penunjang kesuksesan perusahaan) dan tetap melakukan pengukuran dengan empat perspektif sebagai dasar pengembangan selanjutnya. Setiap hal yang telah diukur dan dievaluasi dapat dijadikan dasar pengembangan strategi perusahaan, baik strategi keluar (sisi penjualan dan customer) maupun strategi kedalam (kaitannya dengan berbagai efisensi pada proses produksi, pengembangan karyawan dan organisasi).
Shareholder pastilah menginginkan adanya performansi yang maksimal dari perusahaannya namun sekali lagi yang perlu dipahami adalah bahwa penggunaan BSC ini adalah sebuah proses berkelanjutan dan bukanlah sekali pengukuran pada satu waktu dan setelah itu selesai. Performasi yang bisa dianggap sebuah prestasi menurut penulis adalah sejauh mana pengembangan dan penggunaan BSC ini mampu membuat perusahaan semakin dekat dengan tujuan perusahaan dan sejauh mana perusahaan mampu bertahan dan berkembang hari ini dan masa depan. Karena ini adalah proses berkelanjutan maka penulis juga berpendapat bahwa aplikasi BSC ini akan sangat terbantu jika organisasi atau perusahaan juga mengaplikasikan konsep learning organization. Aplikasi konsep ini nantinya akan memperkuat keinginan perusahaan dan karyawan untuk tergerak melakukan pembelajaran dan perbaikan diselaraskan dengan tujuan dan strategi perusahaan.
By.Sangimamsantosa Category(s) ,